Berita Kesehatan

Sarapan (Foto: Google)
Dirjen Bina Gizi Kesehatan ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono mengatakan bicara soal gizi, masyarakat harus memahami pola makan atau pengetahuan tentang makan secara benar. Ia bahkan menyebut persoalan gizi adalah masalah kompleks.
"Esensi mendasar bicara soal gizi masyarakat, secara program di nasional ditunjukan indikator tentang kekurangan vitamin A, seluruh bayi dan balita diberikan vitamin A, selama 30 tahun mampu kurangi kebutaan. Lalu yodium, kekurangan penyakit yodium, relatif kurang meskipun masih ada di beberapa daerah, sekarang persoalan lain justru muncul penyakit akibat pola makan dan karena ketidakpedulian masyarakat," katanya dalam sambutannya dalam Pekan Sarapan Sehat Nasional di Balaikota Depok, Selasa (18/02/2014).
Ia menambahkan, berdasarkan data hanya 9-10 persen masyarakat Indonesia yang rutin menyantap makanan non instan, bahkan konsumsi rokok dan alkohol mencapai 5,86 persen dari 50 persen komponen belanja rumah tangga. Artinya kalau bicara makanan instan, angka Glikemik Indeks (GI) pemicu penyakit degeneratif akan mengancam.
"Makanan instan dengan GI tinggi masyarakat yang mengonsumsi sudah hampir 20 persen. Ini tantangan dan harus kita pecahkan bersama, yang ingin saya sampaikan peran kita sebagai individu, karena kewenangan, kesempatan, dan kemauan kita jadi sangat penting," tegasnya.
Selain itu, kata Anung, data di perusahaan pabrik yang terdiri dari karyawan wanita lebih dari 90 persen, produktivitasnya menurun di atas jam 09.00 WIB. Hal itu disebabkan salahnya pola makan dan menyepelekan pentingnya sarapan sebelum beraktivitas.
"Pabrikan wanita lebih dari 90 persen tingkat kebugaran menurun, pada jam 9 ke atas produktivitas menurun. Buruh kita kalah dengan China. Karena kalah dari pola makan, gizi bukan hanya persoalan kesehatan, tapi ini habit atau pilihan serta perkara kebijakan publik juga," ungkapnya. (ind)
0 Response to "20 Persen Masyarakat Gemar Konsumsi Makanan Instan GI Tinggi"
Post a Comment